Penelusuran
sejarah mengatakan bahwa penduduk pertama di Pulau Flores adalah
manusia Wajak, yang muncul sekitar empat puluh ribu tahun lalu. Setelah
zaman Glasial sekitar empat ribu tahun yang lalu, Nusa Tenggara terpisah
dari Asia daratan. Terjadilah imigran dari asia ke selatan. Kelompok
imigran itu adalah Manusia Proto Malayid yang berasal dari Yunan dan
Pedalaman Indo Cina. Mereka mendiami Flores bagian barat dan tengah.
Secara fisik mereka itu memperlihatkan ciri-ciri Manusia Melanesoid,
Negroid, Papua dan Australoid.
Profesor Yosep Glinka ( Pakar Antropologi Ragawi ) yang membuat studi tentang Manusia NTT, mengatakan : ‘ ……ATA Lio di Flores Tengah merupakan penduduk tertua di Flores,……ATA Lio bertetangga dengan ATA ENDE. Diantara keduanya tak terdapat hubungan Geneologis. Antara keduanya juga bertetangga dengan ATA NAGEKEO dibarat, dan ATA SIKKA dibagian timur….’
Sejauh
mana ungkapan kebenaran penelitian ini, tentu membutuhkan pengkajian
dan pembuktian lebih mendalam. Yang jelas masyarakat adat dari dua
ethnis besar ini ada dalam satu kesatuan geografis dan memiliki beberapa
kesamaan budaya dan adat istiadat seperti cara berpikir membangun
kampung adat serta acara seremonial.
Riwayat Perkampungan Tradisional
Keberadaan
kampung tradisional sebagai jawaban atas tuntutan kebutuhan akan rumah
dan kampung tempat tinggal bersama. Nenek moyang kedua Ethnis ini
membangun rumah dan perkampungan adat telah menggunakan teknologi dan
arsitektur tersendiri sebagai manifestasi hasil cipta, karsa dan karya seni budaya di zamannya.
Sejarah
membuktikan bahwa jauh sebelum peradapan modern, di wilayah Kabupaten
Ende telah hidup nenek moyang dari dua ethnis dalam suatu peradaban yang
telah maju di zamannya. Mereka memiliki kemampuan dalam mengekspresikan
seni budayanya dalam bentuk karya sebuah perkampungan tradisional yang
bernilai tinggi arsitekturnya sehingga hal ini menjadi bahan penelitian
para pakar bangunan.
Perkampungan
tradisional dengan bangunan-bangunan rumah adat dan bangunan pendukung
lainnya seperti KEDA, KANGA, TUBU MUSU merupakan warisan leluhur,
walaupun di beberapa tempat sudah mengalami perubahan dan kepunahan dari
bentuk aslinya akibat proses alam, perjalanan waktu, dan ulah manusia,
namun demikian tetap mempunyai nilai sejarah dan daya tarik bagi wisata
budaya.
TUBU MUSU
Rasa
kebersamaan dan tanggung jawab untuk menjaga dan meneruskan warisan
budaya nenek moyang masih mewarnai kehidupan masyarakat adat sekarang
seperti dalam upaya membangun kembali kampung dan rumah adat di Nggela,
Wiwipemo, Jopu, Mbuli, Wologai, Ndona dan beberapa tempat lain. Kegiatan
ini berkembang menjadi atraksi wisata budaya. Beberapa tempat yang
memeiliki tradisi tersebut adalah kampung–kampung tradisional yang
tersebar dalam wilayah Kabupaten Ende seperti, Ranggase, Moni, Tenda,
Nuakota, Pora, Wolojita, Wolopau, Nuamulu, Sokoria, Kurulimbu, Ndungga,
Wololea, Woloare, Wolofeo, Saga, Puu’tuga, dll.
Salah
satu perkampungan dan rumah adat tradisional yang masih utuh
bangunannya adalah Ngalupolo, terletak di Kecamatan Ndona. Perkampungan
tua yang menarik dan mempunyai bentuk rumah yang unik dengan arsitektur
khas Ende- Lio, walaupun atapnya mirip Joglo seperti di Pulau Jawa –
namun berbeda latar belakang filosofisnya. Rumah tinggal dan
perkampungan tradisional yang dibangun nenek moyang tersebut,
memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya sehingga tampak unik dan memberikan kedamaian bagi penghuninya.
Keda, Kanga, Tubu Musu dan Kuburan Kuno
dikampung adat Ngalupolo – Ndona
Perjalanan
waktu yang begitu panjang dan alkuturasi budaya akibat masuknya ethis
pendatang dari luar, seperti dari Bugis, Makasar dan Bima,telah
mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Pada awalnya, nenek moyang
ATA Ende membangun rumah dan perkampungan adat sama seperti ATA Lio,
namun pada perkembangannya mengalami perubahan yang kemudian disebut ‘ Sao Panggo’
atau ‘Tiga Tezu (Rumah Panggung Tiga Kamar) dimana tiang, dan lantainya
terbuat dari balok kayu atau kelapa gelondongan, berdinding bambu,
beratap daun kelapa atau sirap bambu dengan bentuk atap memanjang dan
puncaknya dihias seperti sirip ikan. Rumah ini memiliki kolong.
Sao Panggo dan Sao Tiga Tezu yang masih ada.
Desa AEWORA, Kecamatan MAUROLE
تعليقات
إرسال تعليق