POHON SUKUN DI ENDE: BUNG KARNO

Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia," Bung Karno bercerita, tempat menyendiri yang paling dia gemari adalah di bawah pohon sukun (Artocarpus communis) yang menghadap ke laut. Pohon sukun itu ada di Ende. Dan, pada 80 tahun yang lalu, di bawah pohon sukun itu, Bung Karno merumuskan Pancasila. Ende pun disebut sebagai 'rahim' Pancasila. Dan, hari kesaktiannya kita rayakan hari ini, 1 Juni.

SEJAK peletakan batu pertama pemugaran situs Bung Karno di Ende oleh Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan dan Kebudayaan, 30 April 2012 sebulan yang lalu, denyut nadi Lapangan Pancasila tampak lebih hidup.


Beberapa hari ini RRI Ende tampak sibuk mengatur segala sesuatu yang perlu untuk merayakan hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2012. Tanggal bersejarah yang nyaris terlupakan.

Senja sudah turun di Kota Ende, tepat 31 Mei 2012, suasana di seputar patung Bung Karno dan pohon sukun di hadapannya, tampak ramai. Beberapa panitia 'Doa Bersama dan Diskusi Publik' bertema "Menjadikan Ende sebagai pusat sejarah Pancasila" melalui siaran RRI  menyiapkan segala hal yang perlu untuk  renungan dan doa menyongsong hari Kesaktian Pancasila 1 Juni (hari ini). 
 

"Doa bersama ini bertujuan mendoakan arwah para pahlawan Tanah Air dan keselamatan bangsa Indonesia; juga untuk meningkatkan kerukunan antar-umat beragama serta memperkuat rasa solidaritas antar umat beragama," jelas Ketua Panitia Nixon Tisera (43 tahun), Kepala Seksi Pemberitaan RRI Ende, di bawah pohon sukun.

Berbatang Lima

Pohon bersejarah ini tampak terawat. Lingkungan di sekitarnya juga bersih dan terbuka. Tempat yang nyaman untuk duduk-duduk menikmati senja dan angin yang berhembus dari laut.

Rasanya mudah untuk dimengerti mengapa pada waktu lampau, atau tepatnya hampir 80 tahun lalu, Bung Karno sering duduk di sini. Sebagaimana dijelaskan Cindy Adams dalam bukunya, "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia",   bahwa Bung Karno selalu mengambil tempat merenung di bawah pohon sukun (Artocarpus communis).


Memang, jika kita membayangkan Ende di waktu lampau, sepi, terbuka dan bebas memandang ke laut lepas, deburan ombak sayup-sayup sampai, sangat mendukung lahirnya pikiran-pikiran cemerlang untuk bersatunya Indonesia. 
 

Pohon sukun asli sudah tumbang dimakan usia dan terpaan angin.  Pohon baru, menurut informasi, ditanam  17 Agustus 1981 pukul sembilan pagi. Proses penanaman dilakukan dalam upacara yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Ende, dan orang-orang dekat Bung Karno semasa pembuangannya di Ende.


Tampaknya pohon sukun bercabang lima, namun jika diperhatikan pohon sukun ini kokoh dengan lima batang berdampingan  dari pangkal. "Ini hanya symbol," kata Andi Lamuri, Si,Kom, yang juga aktif mempersiapkan renungan dan doa.
 

Sambil memandang pohon sukun, sarjana komunikasi lulusan Universitas Tribuana Tungga Dewi, Malang ini menjelaskan bahwa sejarah adalah peristiwa yang harus dikenang. Sebagai anak muda kami perlu menggali motivasi baru dari sejarah. Kalau soal pohon sukun, yang paling penting bukan pohonnya tetapi apa yang dicatat sejarah di sini, Bung Karno, Proklamator, dan Pancasila.

Suasana yang dibangun RRI Ende memang selayaknya mendapat acungan jempol. RRI Ende juga sedang mencatat sejarah dengan perannya sebagai media informasi dan komunikasi.

Ilis Buldin Daud (mahasiswa jurusan sejarah) yang datang ke Lapangan Pancasila dan duduk di bawah pohon sukun senja kemarin mengakui, bahwa memang mesti selalu ada aktivitas yang direncanakan untuk membuka mata generasi muda agar tidak masa bodoh dengan sejarah.

"Sejarah hanya sekali, jadi harus selalu dikasih arti, Perlu ada kegiatan seperti ini, doa renungan, seminar, dialog, supaya orang ingat," katanya. "Kalau ingat pohon sukun ini, ingat Pancasila, kalau ingat Pancasila ingat bagaimana kerukunan antar agama," begitulah suara salah satu generasi masa depan yang sedang belajar sejarah ini.

            
Ende  Jejak Peradaban

Sejarah mencatat bahwa Kota Ende adalah 'rahim' lahirnya Pancasila. Inilah jejak peradaban yang senantiasa digarisbawahi sepanjang waktu. Demi 'kemanusiaan yang adil dan beradab' yang  disadari betul tumbuh di sini.


Ende jangan pernah melupakannya untuk Ende, Indonesia, dan untuk dunia. Yayasan Ende Flores dengan pembinanya Bapak Boediono (Wapres RI) dan ketuanya Ignas Kleden (sosiolog Indonesia asal Flores), menyadari hal ini.


Antara lain menata dengan lebih indah tempat bersejarah di sekitar pohon sukun tempat Bung Karno merenung, menjadi ruang publik yang nyaman dan penuh kenangan untuk anak-anak, orang muda, orang tua, segenap warga kota Ende, dan siapa saja yang datang ke Ende, untuk ikut mengenang sejarah lahirnya Pancasila, di sini.


Peletakan batu pertama yang difasilitasi Yayasan Ende Flores sebulan lalu, mudah-mudahan menjadi salah satu motivasi baru untuk membuat kota Ende, pohon sukun, lapangan pancasila lebih memiliki makna. "RRI Ende juga bertanggung jawab untuk ini," kata Nixon Tisera.

"Peran RRI untuk menginformasikan kepada Indonesia dan dunia, supaya tetap ingat bahwa di sini, di kota Ende Bung Karno mengilhami Pancasila. Penting sekali bagi kita terutama generasi baru belajar dari sejarah. Jangan lupa Pancasila.


Lihat saja Indonesia seperti apa sekarang. Kalau kita tinggalkan pancasila kita hancur. Terjadi dekadensi moral yang luar biasa. Orang kita sesama Indonesia saling menghujat, lupa etika, dan tanpa disadari kita menjadi bangsa yang kerdil," katanya dengan tenang dan yakin.

Kesadaran ini memang mesti ditumbuhkan terus-menerus, sebagaimana terjadi dalam renungan dan doa-doa semalam 31 Mei 2012 di bawah pohon sukun, di Lapangan Pancasila, di hadapan patung Bung Karno yang berdiri membisu.


Malam kian merambati   Kota Ende. Pohon sukun, patung Bung Karno, lapangan Pancasila tampak terang benderang. Warga Kota Ende, terutama anak-anak muda mulai berdatangan memenuhi pelataran.


Sebentar lagi renungan dan doa dimulai. Bagaimana isinya? Apakah akan mengubah Ende dan Indonesia untuk menjadi bangsa besar dengan satu ideologi Pancasila? Ketuhanam yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan,  dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Malam kian pekat. Patung Bung Karno tampak lebih gelap dan canggung di tengah keramaian. "Apa kabar Bung Karno? Di tengah keramaian ini baru aku mengerti. Mengapa dulu engkau mencari ruang yang sunyi dan sepi, mengambil waktu  merenung untuk merancang masa depan Indonesia bersatu.


Rasanya sungguh mengenaskan menyaksikan tokoh-tokoh  bangsa ini sibuk berkelahi tidak punya waktu lagi untuk diam merenungkan ke mana rakyat, bangsa, dan negara ini akan melangkah.

Rasanya mengenaskan mengenal satu per satu tokoh-tokoh daerah dan bangsa ini yang sibuk membangun kekuatan sendiri demi kepentingan pribadi dan kelompoknya untuk berkuasa dan melanggengkan kekuasaannya.


"Bung Karno! Kasih tanganmu, mari kita bikin janji," kata Chairil Anwar. Agar doa dan renungan malam ini benar-benar memiliki arti.

تعليقات