: Naskah ketikan Bpk. Leo Wihelmus
Misa Wasa
Wolowaru, 15 November 1989
Gambar ini adalah potret lintas wewa di wilayah adat, Mosalaki Hebesani
Watuneso. Dari kiri, Renggo Mbete (wewa ana Wangge), Logho Nggoa
(mosalaki Watuneso), Riwu Fowo (wewa Senda Kebhi), dan Ndori Senda (Wewa
Iju Mbeke-WIM). Diambil dari album foto saudara: Alex Onenes Hebesani
(facebook)
Suku Lio, secara geografis, terletak ditengah-tengah pulau Flores dengan
wilayah administratif kabupaten Ende dan juga sebagian besar masuk
dalam wilayah administratif Kabupaten Sikka. Terdiri atas beberapa
sub-sub suku yang disebut klen (Clan) di tanah persekutuan masing-masing
seperti, ata Mego, ata Mbengu, ata Kunemara, ata Lise, ata Unggu, ata
Ndori, ata Mbuli, ata Moni dan lain sebagainya. Setiap klen (clan)
memiliki ciri tradisi yang sedikit berbeda kendatipun lebih di dominasi
oleh banyak kesamaan, termasuk pula dalam tatacara berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Dari setiap klen tersebut diatas, memiliki berbagai
kekhasan misalnya; berbicara dengan dialek masing-masing meski
menggunakan bahasa Lio sebagai bahasa pemersatu, tatacara berladang,
menganyam, menenun, dan juga dalam berbagai ritual. Bahkan tidak
tertampik, berbagai khazana budaya Lio ini sangat berkaitan erat satu
dengan yang lain, sehingga tata hidup masyarakat suku Lio tidak terlepas
dari perjanjian-perjanjian pengikat antar klen (clan) yang ditetapkan
para pemimpin masing-masing wilayah otoritas persekutuan yang sudah
ditetapkan oleh leluhur terdahulu. Perjanjian-perjanjian itu dapat
dikatakan perjanjian bilateral antar klen (Konteks local).
Dalam Hukum perjanjian internasional, terdapat Perjanjian bilateral.
Pengertian perjanjian bilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh dua
pihak. Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal
yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat
tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam
perjanjian tersebut. Hukum perjanjian internasional ini, terangkum dari
kebiasaan-kebiasaan masyarakat adat atau tradisi adat di muka bumi
sehingga sangat relevan dan diakui oleh masyarakat di belahan dunia
manapun, termasuk pula di dalamnya perjanjian bilateral antar klen
(koteks local) tadi.
Cikal bakal munculnya hukum adat Lio, yang berkaitan dengan perjanjian
bilateral antar klen, beberapa waktu lalu telah diuraikan secara khusus
perihal pola perkampungan orang Lio, dengan penghuninya yang terdiri
dari satu keturunan (sedarah). Namun, ketika mengalami perkembangan,
semakin banyak pula mereka mendirikan anak-anak kampung, bahkan membuka
wilayah-wilayah baru, maka keadaan pengawasan keamanan (security
control) dan kesejahteraan (welfare) semakin sulit. Oleh karena itu
diangkatlah seorang pemimpin yang mampu mengontrol dan menangani
persoalan-persoalan keamanan (security), kesejahteraan (welfare), hukum
(law). Pemimpin itu disebut; “Riabewa”.
Secara historis, penguasa adat masing-masing klen (persekutuan) adalah
“ine ame atau ata pu’u” yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi dalam
wilayah kedaulatan. Setiap masing-masing wilayah baru yang tidak terikat
dengan penguasa adat yang lain, maka akan terbentuk pula sistem dan
tatanan dengan kepemimpinan baru. Hal ini biasanya terbentuk jika
terjadi perluasan wilayah atau ekspansi dengan pihak-pihak lain, atau
dalam bahasa Lio disebut “Wika”. Maka untuk menjaga keamanan
masing-masing wilayah teritorial antara satu dengan yang lain, para
pemimpin klen membuat suatu perjanjian yang disebut “Tura jaji” atau di
wilayah Mbuli, Jopu, Wolojita dan Moni disebut: “Jaji pore”. Yang dalam
bahasa Indonesia ilmiah berarti; Perjanjian bilateral.
Secara harfia dijelaskan, ‘Tura jaji’ berasal dari bahasa Lio (Lise)
yaitu; 'Tebo Tura - Lo Jaji'. Tebo tura artinya; Tubuh/badan yang
termuat (terbebani). Sedangkan 'Lo jaji’ berarti Pundak yang memikul
suatu perjanjian. Jadi jika digabungkan akan berarti 'setiap manusia
(tebo) harus menjunjung tinggi perjanjian. Perjanjian disini maksudnya
perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para leluhur atau yang
dalam bahasa Indonesia ilmiah disebut perjanjian bilateral tadi.
Contoh-contoh perjanjian bilateral dalam hukum adat Lio; Perjanjian
bilateral orang Mbuli dengan orang Lise. Perjanjian bilateral itu
berbunyi; “PODO MBOKO – LELU GAMI”, yang berarti sebuah periuk dan
segumpal benang. Perjanjian ini mengandung ikatan bahwa; Orang Lise
hanya diperkenankan membuat periuk. Bila orang Lise membutuhkan pakaian,
maka harus membelinya pada orang Mbuli dan tidak boleh menenun.
Sebaliknya orang Mbuli hanya diperkenankan menenun dan tidak boleh
membuat periuk. Bila orang – orang Mbuli membutukan alat-alat dapur,
maka mereka harus membelinya pada orang Lise. (Perjanjian ini
dikategorikan, hukum perjanjian ekonomi).
Lain pula dengan perjanjian antar orang Lise dan orang Ndori yang
berbunyi “HEU MOTA-MESI OKA”. Artinya, orang Lise diperkenankan menanam
pinang dan siri, tetapi tidak boleh menangkap ikan dan memasak
(memproduksi) garam, sedangkan orang Ndori tidak boleh menanam pinang
dan siri, melainkan hanya diperkenankan menangkap ikan dan memasak
(memproduksi) garam. Semua kebutuhan kedua belah pihak hanya boleh
ditukarkan saja tetapi tidak boleh diusahakan sendiri kendatipun ada
kemungkinan untuk itu. (Perjanjian ini dikategorikan, hukum perjanjian
ekonomi).
Berikut ini, ada pula perjanjian orang Lise dengan orang Moni yang
berbunyi; “LISE WOLO BELA-MONI BHOA SAMA”. Artinya; seluruh bukit-bukit
yang ada di wilayah Lise adalah sama dengan lembah-lembah yang ada di
Moni. Perjanjian bilateral ini menunjukan kesamaan wilayah dalam keadaan
buminya bahkan orang-orang yang berdiam diwilayah itu juga sama
nasibnya dan tidak boleh direbut atau dirampas orang lain. (Perjanjian
bilateral ini dikategorikan, perjanjian persahabatan untuk secara
bersama-sama menghadapi musuh dari pihak luar).
Selanjutnya perjanjian antara orang Lise dengan orang Wolojita dan
sekitarnya, yang berbunyi; “Woda – Nggaji”, yang berarti perjanjian
persahabatan antara Woda Rasi dengan Nggaji Gabe. Keduanya adalah
figur-figur paling berpengaruh dan termasyur masa lampau. Perjanjian ini
adalah perjanjian persahabatan yang berarti tidak boleh menyerang satu
dengan yang lain atas dasar persahabatan kedua figure tersebut. Dasar
perjanjian ini muncul karena pada masa itu telah terjadi peperangan
dasyat (Guta ria) antara kedua sub suku tersebut. Karena peperangan itu
tidak ada yang dimenangkan atau dikalakan oleh kedua sub suku tersebut,
maka kedua figure itu berdiri pada masing-masing pihak mengikrarkan
persahabatan, melakukan perjanjian gencatan senjata yang menandai
berakhirnya perang terdasyat (Guta ria) itu..
Selain itu, ada pula perjanjian bilateral antara orang Lise dengan orang
Seko Lengo (Wologai), yang berbunyi: “TUMBA PE’I PADI – SAU SELI BELA”.
Artinya Tombak ditegakan bersama dan pedang ditempatkan (diselip)
setempat. Makna dari perjanjian ini adalah; Dalam peperangan melawan
musuh, keduanya harus bahu membahu membantu satu sama lain bila salah
satu dari kedua wilayah tersebut diserang musuh. Perjanjian ini berlaku
antara orang Lise dengan orang Seko Lengo.
Renungan:
Jika kita semua yang menamakan diri sebagai LIONISME. Ketahuilah Lio itu
pawe, pawe itu terangkum dan terekam dalam suatu tindakan yang
tentunya di pandang baik, tahu dan memahami betul seluruh rangkaian
peristiwa yang telah leluhur wariskan secara lisan untuk kita.
Seyogyanya kita sebagai generasi sekarang saling menjaga satu sama lain,
berpadu dalam satu hati (Dari Padi Lima Ndawi - Boka Ki Bere Ae),
tepislah segala rasa dengki dibenak. Karena LIONISME adalah satu dogma
penyatuan dan peleburan diri seutuhnya dalam satu atap (sa Lisa, sa Ine ,
sa One – Serumpun, Seibu, Serumah / Seatap). Hendaknya kita terdoktrin
oleh kearifan leluhur lewat kata yang baris berderet (tertuang) diatas
untuk mencapai suatu kemaslahatan hidup dan kedamaian serta kebahagian
akan datang. Semoga LIO-ku tetap hidup abadi disini, di jantung, dan
hati kita masing-masing. Salam ‘LIO’ – sa Li, sa Ine, sa One…!!
Akhirul kata, penulis mengucapkan;
Tabe wuamesu iwa du’u – Salam kasih yang tiada berkesudahan…
Pati miu leisawe ata Lio – Untu kalian semua yang menamakan diri
Lionisme..
Terimakasih..
تعليقات
إرسال تعليق